Secara Spiritual, Cerdaskah Anda?

Jason adalah siswa kelas dua SMU Coral Springs, Florida, yang sangat cerdas. Dia selalu memperoleh nilai A untuk semua mata pelajaran di sekolahnya.

Tidak aneh bila kemudian Jason bercita-cita masuk fakultas kedokteran. Harvard University pun jadi impiannya. Namun, David Pologruto, guru fisika-nya, hanya memberi nilai B pada Jason. Karena sadar bahwa nilai itu bisa menghambat untuk meraih cita-citanya, Jason menusuk gurunya dengan sebilah pisau dapur.

Kisah tragis yang diilustrasikan Sukidi dalam buku Kecerdasan Spiritual tersebut seolah meruntuhkan mitos bahwa intellectual quotient (IQ) adalah segala-galanya. Seseorang yang memiliki IQ tinggi selama ini memang dianggap selalu akan sukses mengarungi hidup. Namun, kisah Jason, dan berbagai studi lain yang menghubungkan tingginya IQ dan kesuksesan seseorang, telah meruntuhkan keyakinan yang muncul sejak perang dunia pertama tersebut.

Maka, pada 1995, Daniel Goleman memperkenalkan emotional quotient (EQ) yang memperoleh sambutan dari beragam penjuru dunia. Dengan tingkat kecerdasan emosional yang tinggi, setidaknya seseorang bisa terhindar dari kasus serupa Jason. Seseorang tidak hanya berpikir secara rasional, tetapi juga mempertimbangkan aspek emosional sebelum melakukan sesuatu.

Lantas, pada 2000 Danah Zohar dan Ian Marshall mempopulerkan kecerdasan terbaru, yakni spiritual quotient (SQ) atau kecerdasan spiritual lewat buku SQ, Spiritual Intelligence, The Ultimate Intelligence. Para psikolog memandang kecerdasan spiritual ini sebagai sebuah puncak kecerdasan dan bahkan lebih sempurna dari IQ maupun EQ. SQ ini pernah ditafsirkan Marsha Sinetar, seorang pendidik, pengusaha dan penulis buku laris, sebagai pemikiran yang terilhami. Ia melibatkan kemampuan menghidupkan kebenaran yang paling dalam pada diri seseorang.

Sebagaimana terjadi berbagai negara, di Indonesia belakangan ini muncul berbagai lembaga pelatihan SQ. Dalam lembaga ini, para peserta tidak hanya memperoleh teori, namun mempraktekkan beragam langkah guna mempertinggi kecerdasan spiritual.

Yayasan Percikan Iman, Bandung, misalnya, menerapkan metode keseimbangan ketika membimbing 70 peserta dalam satu kelompok. Kajian yang dilakukan di Jalan Karanglayung nomor 7 itu meliputi masalah spiritual, namun tidak melupakan aspek-aspek intelektual. Seluruh kajian merujuk pada keharmonisan tiga unsur fundamenatal manusia dalam perspektif Al Quran, yakni jasad, akal, dan spiritual.

Menurut Ketua Yayasan Percikan Iman Bandung, Aam Amiruddin, orientasi semua materi adalah keseimbangan. Misalnya, materi tentang menuju cinta Illahi, tasawuf sesuai tingkatannya, atau penyikapi kehidupan akhirat. Semua itu hanya bisa diterima oleh pendekatan spiritual.

Kehidupan akhirat itu aspek intelektualnya ada, tapi lebih dominan spiritualnya
Aam.

Hasil akhir dari pelatihan yang dirintis pada 1999 ini, kata Aam,

Paling tidak muncul kesadaran bahwa tidak semua persoalan hidup hanya bisa diselesaikan dengan pendekatan intelektual atau rasionalitas.

Ada bagian-bagian yang memang harus diselesaikan dengan pendekatan spiritual.

Aam mengaku sulit untuk memantau keberhasilan yang sifatnya pada perilaku konkret. Sebab, rata-rata peserta lepas begitu usai pelatihan.

Paling tidak, karena memiliki banyak tema, kami bisa melihat orang tersebut punya keinginan lagi untuk mengambil tema berikutnya atau tidak
Aam.

Untuk mengikuti pelatihan ini, kata Aam, peserta individu hanya dikenai biaya Rp 75 ribu tiap paket selama empat kali pertemuan.

Sementara itu Noertjahjo Adi Koesoemo menerapkan lima pola dalam memberikan pelatihan SQ di lembaganya yang bernama Mahadibya Nurcahyo Cakra. Lembaga ini memberikan pelatihan emosional metabolisme dan manajemen kecerdasan spiritual.

Pola pertama yang diterapkan, kata Noertjahjo, berkaitan dengan keseimbangan ibadah. Kedua, pola pikir. Ketiga, pola aktivitas istirahat. Keempat, pola makan. Dan kelima, pola aktivitas olahraga.

“Bagaimana dia menyadari tubuh sebagai sarana ibadah? Bagaimana olahraga untuk menjaga tubuhnya?” katanya.

Pelatihan yang dipandu sepuluh tutor, kata Noertjahjo, berlangsung dua hari di Jakarta dan tiga hari di Lembang. Biaya pelatihan di Jakarta sebesar Rp 800 ribu. Sedangkan untuk Lembang, biayanya Rp 2,5 juta. Peserta akan menginap selama tiga hari dua malam di kawasan atas kota Bandung ini.

Hasil akhir yang diperoleh dari latihan ini, katanya, lebih banyak pada penguasaan emosi dan kerendahan hati. Setelah berlatih, orang juga akan menjadi lebih pandai melakukan komunikasi, yakni menjadi pendengar yang baik dan membuat bahasa yang sederhana.

Hasil latihan lainnya, kata Noertjahjo, seseorang akan mampu berbagi amal dan perbuatan. Orang pandai dalam ilmu pengetahuan dan rendah hati, tetapi tidak berbagi dengan orang lain dan tidak membantu orang lain, menurut Nur Cahyo, “maka itu tidak akan kembali kepada kecerdasan spiritual.” rurit/hilman

Berapa Nilai Kecerdasan Spiritual Anda?

Untuk menilai tingkat kecerdasan spiritual, ada 25 pertanyaan yang dikemukakan Khalil A Khavari berikut ini. Anda bisa menjawab selalu, sering, kadang-kadang, atau tidak pernah.

  • Apakah Anda berdoa setiap hari?
  • Apakah Anda berada dalam perjalanan menjadi baik?
  • Apakah Anda memiliki keberanian untuk berpendirian pada kebenaran?
  • Apakah Anda membimbing kehidupan Anda sebagai makhluk spiritual?
  • Apakah Anda merasa memiliki ikatan kekeluargaan dengan sesama manusia?
  • Apakah Anda menganut standar etika dan moral?
  • Apakah Anda merasa cinta kepada Tuhan dalam hati Anda?
  • Apakah Anda menahan diri untuk tidak melakukan pelanggaran hukum meskipun Anda dapat melakukannya tanpa risiko kena sanksi?
  • Apakah Anda mempunyai kontribusi terhadap kesejahteraan orang lain?
  • Apakah Anda mencintai dan secara aktif ikut melindungi planet bumi?
  • Apakah Anda mengurus kesejahteraan binatang-binatang?
  • Apakah perbuatan Anda sesuai dengan kata-kata Anda?
  • Apakah Anda bersyukur atas keberuntungan Anda?
  • Apakah Anda jujur?
  • Apakah Anda amanah (memegang janji)?
  • Apakah Anda toleran terhadap perbedaan?
  • Apakah Anda antikekerasan?
  • Apakah Anda bahagia?
  • Apakah Anda tawadlu (rendah hati)?
  • Apakah Anda hemat, sehingga tidak konsumtif dan boros?
  • Apakah Anda dermawan? Apakah Anda berbagai keberuntungan dengan orang lain?
  • Apakah Anda sopan?
  • Apakah Anda dapat dipercaya?
  • Apakah Anda seorang yang terbuka saat Anda berinteraksi dengan orang lain?
  • Apakah Anda sabar dalam keadaan yang berat?

Masing-masing memiliki standar nilai: 4 (selalu), 2 (sering), 1 (kadang-kadang), dan 0 (tidak pernah). Jika total nilai Anda mencapai seratus, kata Khalil Khavari, “Anda memiliki kecerdasan spiritual yang luar biasa!” (Sumber: Kecerdasan Spiritual oleh Sukidi)

Koran Tempo - 6 April 2003

rada mirip gak? atau malah mirip sama tempo?